I made this blog for my student of civil engineering at civil engineering department - UPN Veteran Jawa Timur Surabaya
Friday, February 27, 2009
Jurusan Teknik Sipil - Universitas Pelita Harapan
Petunjuk Penulisan
Nopember 30, 2006
JURNAL TEKNIK SIPIL menerima naskah ilmiah dari ilmuwan dan praktisi bidang teknik sipil atau yang terkait, bisa berupa hasil penelitian, studi kasus, pembahasan teori dan resensi buku, serta inovasi-inovasi baru yang belum pernah dipublikasikan. Bila pernah dipresentasikan dalam seminar agar diberi keterangan lengkap.
Jurnal terbit berkala tiap semester, Januari dan Juli . Pertama kali terbit tahun 2004 dengan misi sebagai sarana publikasi ilmiah bagi komunitas akademik Universitas Pelita Harapan, tetapi terbuka juga bagi institusi lainnya.
Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris yang baik dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak-ciptanya ke Jurusan Teknik Sipil UPH, jika dan pada saat naskah diterima untuk diterbitkan.
Naskah tidak akan dimuat jika mengandung unsur SARA, politik, komersil, subyektifitas yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji maupun merendahkan.
Karangan hendaknya lengkap memuat :
Judul karangan.
Nama penulis (tanpa gelar) dan alamat email.
Nama lembaga atau institusi tempat penulis bekerja.
Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris. Panjang abstrak 200 kata.
Batang tubuh : pendahuluan, inti pokok karangan dan simpulan.
Daftar pustaka disusun alfabetis dengan format: nama penulis .(tahun terbit). “Judul Artikel”. nama jurnal / prosiding, nama editor (bila ada), nama penerbit, volume dan nomor jurnal atau kota tempat diterbitkan. Pengutipan pustaka pada naskah dengan cara (nama dan tahun), tanpa koma (Rifai 1995).
Naskah diketik pada kertas A4 dengan jumlah halaman antara 8-15, dan diserahkan dalam bentuk soft-copy file MS-Words memakai format standar , karena format naskah akan disesuaikan redaksi. Bila ada gambar digital pada naskah, tempatkan pada kondisi in-line (mengikuti baris), pastikan mempunyai resolusi cetak ( 200 dpi) serta cukup jelas bila direduksi sampai 60% dari aslinya. Pakailah satuan S.I.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurusan Teknik Sipil - Universitas Pelita Harapan
Vol.3, No.2, Juli 2006
Juli 1, 2006
Pada edisi ini ditampilkan tujuh karya tulis dari komunitas akademik yaitu Universitas Pelita Harapan (5), Universitas Kristen Maranatha (1) dan Universitas Jenderal Soedirman (1). Untuk itu diucapkan terima kasih atas peran aktifnya dalam menumbuh-kembangkan jurnal ini.
DAFTAR ISI (singkat)
Strategi Pencegahan Kegagalan Pondasi dengan Melakukan Rangkaian Uji Coba Beban Serta Uji Integritas Tiang Pondasi.
Oleh: Harianto Hardjasaputra, M. Ibrahim, R. Tampubolon
Studi Perencanaan Berbasis Kinerja pada Rangka Beton Bertulang dengan Metode Direct Displacement-Based Design.
Oleh: Yosafat Aji Pranata
Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran.
Oleh: Suroso dan Hery Awan Susanto
Studi Kelayakan Ekonomi Pengembangan Bandara Udara Internasional Minangkabau (BIM).
Oleh: Yinny Rajaratnam, Harianto Hardjasaputra, Monty Giriana
Transportasi Perkotaan dan Lingkungan.
Oleh : Haryono Sukarto
Keberadaan Konstruksi Interblok sebagai Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan.
Oleh: Frans Mintar Ferry S.
Modelisasi Cyclic Direct Sheart Test dengan Bantuan Discrete Element Method.
Oleh: Rene Sumantri Kurniadi, Florian Tom Worden
Rubrik Tinjauan Buku Baru: APLIKASI REKAYASA KONSTRUKSI dengan VISUAL BASIC 6.0.
Oleh: Wiryanto Dewobroto
ASPHALT HISTORY 2
Asphalt Seal Coating Equipment Asphalt seal coating equipment includes heat lances, melter / applicators, asphalt sealcoating spray equipment and asphalt crack fillers. Choosing the correct equipment for sealcoating is a major factor in most businesses that want to remain profitable and successful in the seal coating business. Many of the equipment selections may depend on the types of projects you are going to do. For example, if the projects are mainly residential in nature, there may not be a need for a large sealcoating tank or a pressurized spary system. In comparison, if you are going to be working on commercial seal coat applications, there may emerge a need for a larger sealcoating equipment tank including a trailer set-up . In terms of the tank, its capacity is an important decision as is the decision on which sealcoating tank type you are going for. In terms of capacity, there are seal coating manufactures providing good discounts when you order more than 300 gallons of sealcoat at one order. Another consideration in the process is the trailer/truck used to haul the sealcoating equipment. Coal emulsion sealcoat liquid weighs normally about 9 pounds per gallon. To that, you need to add the empty weight of your spray equipment for an overall estimate of the axle capacity needed to do the job adequately. You will also need Asphalt seal coating equipment with the ability to apply the sealcoating material. Many asphalt sealcoaters use the popular spray application method, which has been proved productive and profitable in many seal coating projects. Spraying the sealcoating material gives you flexibility and options in pumping the material with a hose wand and with a squeegee provide coverage in tighter areas where the hose wand is unable to be used. A standard feature on many sealcoat sprayers is that they allow users to draw sealers from other sealcoat tanks into the main spray tank. When you're doing comparisons for the best asphalt sealcoating equipment for your needs, remember to stress the importance of application features and design. Cost, as always, is an important feature when purchasing sealcoating equipment, but in these types of products cheaper is not always better. Some of the online stores that can walk you through the purchasing process that will meet your needs include: asphaltsealcoatingdirect.com www.asphaltkingdom.com www.pavecoat.com |
ASPHALT HISTORY
Asphalt History Asphalt history goes all the way back to ancient Mesopotamians who used asphalt to waterproof temple baths and water tanks. Similarly, ancient Phoenicians, Egyptians, and Romans used the binding and insulating effects of natural asphalt (found naturally in both asphalt lakes and in rock asphalt). The word "asphalt" comes from ancient Greeks, from the Greek word ""asphaltos," meaning "secure". While the most ancient uses of asphalt were to waterproof and bind material with asphalt, the first uses for road-building occurred in Babylon, 625 B.C. Asphalt History - 1800s The use of asphalt as a road-building material increased exponentially during the 1800s. One of the builders, Thomas Telford, built more than 900 miles of roads in Scotland, perfecting the method of building roads with broken stones. Similarly, John Loudon McAdam, used broken stone joined to form a hard surface to build a Scottish turnpike. The construction method was later improved, to reduce dust and maintenance, as builders used hot tar to bond the broken stones together, producing "tarmacadam" pavements. In 1870, a Belgian chemist named Edmund J. DeSmedt made the first true asphalt pavement in the U.S. in Newark, N.J. The first asphalt plant was opened by The Cummer Company in the 1800s, while the first modern asphalt production facility was opened by the Warren Brothers in East Cambridge, MA, in 1901. The first asphalt production patent, meanwhile, was filed by Nathan B. Abbott of Brooklyn, N.Y. in 1871. Asphalt History - 1900s to 2000s In the year 1900 Frederick J. Warren filed a patent for "Bitulithic" pavement, a mixture of bitumen and aggregate. As advances in the use of asphalt increased, the production of refined petroleum asphalt outstripped the use of natural asphalt by early 1900s. This innovation boom was fueled by the fact that as cars grew in popularity, the demand for more and better roads led to innovations in both producing and laying asphalt. During World War II, asphalt technology improved vastly, primarily due to the fact that military uses needed surfaces that could withstand heavy loads. Standards development within the asphalt industry took a leap 1955, as The National Bituminous Concrete Association(now known as the National Asphalt Pavement Association or NAPA) was founded. As car ownership since World War II skyrocketed, innovations for heavy equipment to facilitate more road-building included electronic leveling controls, extra-wide finishers for paving two lanes at once and vibratory steel-wheel rollers. The energy crisis of the 1970s spurred the need for recycled asphalt. As a result, asphalt is the most recycled material in the U.S. today, with more than 70 million metric tons of asphalt paving material being recycled each year. In fact, the major innovations in the industry today have to do with improvements in recyclable asphalt methods and equipment. Also, the industry has developed advanced pavement materials including Open Graded Friction Course (OGFC), Superpave, and Stone Matrix Asphalt (SMA), also called gap-graded Superpave. The major development efforts of today include asphalt development for less noise, greater durability, enhanced skid resistance, reduced splash and spray in rainy weather, and a smoother ride for today's demanding drivers. |
Thursday, February 26, 2009
REKAYASA TRANSPORTASI
Pada kuliah ini diberikan pengetahuan mengenai aspek-aspek kebijakan dan perencanaan transportasi perkotaan dan barang, metoda analisis, sistem operasi, serta perancangan fasilitas transportasi perkotaan dan barang.
TIU (ENG) :
Luaran (Outcome) :
Mahasiswa memiliki wawasan yang komprehensif tentang permasalahan dan karakteristik sistem transportasi perkotaan, serta menguasai pendekatan perencanaan dan metoda operasi, serta mampu melaksanakan perancangan sistem dan fasilitas transportasi perkotaan dan barang.
REKAYASA TRANSPORTASI
Karakteristik dan permasalahan sistem transportasi perkotaan dan barang; aspek-aspek kebijakan, kelembagaan, dan legal; perencanaan jaringan dan sistem operasi angkutan umum; perencanaan dan perancangan fasilitas terminal bus, perhentian, parkir, pejalan kaki; analisis biaya dan tarif; metoda survey; perencanaan dan perancangan sistem dan fasilitas angkutan barang.
Silabus Lengkap (ENG) :
Characteristics dan problems of urban and commercial transportation; policies, institutional, and legal aspects; planning of public transportation network and operation; planning and design of bus terminal, bus stop, parking, pedestrian facilities; analysis of operation costs and fare; survey of public and commercial transportation, planning and design of commercial transportation and facilities.
REKAYASA TRANSPORTASI
Kode Kuliah : SKK3052
Nama Kuliah (IND) : REKAYASA Transportasi
Nama Kuliah (ENG) : Urban Transportation
SKS : 2
Silabus (IND) : Aspek-aspek kebijakan dan perencanaan sistem angkutan perkotaan dan barang, karakteristik dan analisis kinerja operasi, sistem operasi angkutan umum, perancangan fasilitas transportasi perkotaan.
Silabus (ENG) : Policy and planning aspects of urban dan commercial transportation, analysis of operational performances, operation of public transportation, and design of urban transportaion facilities.
Wednesday, February 25, 2009
SUB BASE DESIGN
This group refers to those materials that use cement as a binder, ie, a 'glue' to stick together the individual particles.
This is only normally used in applications where:-
exceptional loads are anticipated
the paving units are to be directly bedded, such as setts, cobbles or duckstones
bad ground may be a problem
It is more expensive than either of the above methods. A 'slab' of mass concrete, usually 100mm or 150mm thick is spread and compacted, then allowed to set. A few days later (2-7 days, depending on time of year and weather conditions), the paving is laid on a bedding material over the now solid concrete.
A medium strength concrete is used in most applications. Concrete is best supplied ready-mixed to ensure thorough mixing and a correct ratio of cement to aggregates. Strength C20 is the usual grade, and a 25mm slump is reasonably stiff and not too 'runny' to handle. If your application warrants a concrete sub-base, it would be wise to consult a paving /concrete contractor, or civil engineer for accurate specification. 1m³ concrete covers 10m² at 100mm thick and 6.5 m² at 150mm thick. Concrete is ordered and delivered by volume, not by weight.
CBM - Grades 1 - 5
There is a range of cement bound materials that are not as inherently strong as the mass concrete described above, but are considerably stronger and stiffer that unbound crushed rock sub-bases. These have limited applications for small paving projects such as driveways and patios, but are used on larger commercial applications, such as pedestrian schemes and car parks, as well as roadways and filling station forecourts.
The Specification for Highway Works (SHW) arranges CBMs into 5 categories described below...
CBM 1 - clause 1036 of SHW
This is the 'weakest' of the CBMs and was previously known as 'soil cement'. The aggregate, which can be almost any granular material, including recycled materials, is mixed with cement and water and then compacted in place. The quantity of added cement has to be sufficient to achieve a 7-day crushing strength of 4.5N/mm². It can be batch mixed, which offers control over weight/volume of aggregates and cement, or mixed in-situ by, effectively, rotavating cement into an existing layer of suitable material.
There is a slightly stronger version, CBM1a, which has a 7-day strength of 10N/mm²
It is most commonly used as a capping layer or low-grade sub-base beneath flexible pavements.
CBM 2 - clause 1037 of SHW
This is a coarser and stronger material than CBM1, being based on a 40mm down granular aggregate or blast furnace slag, and sufficient cement to reach a 7-day strength of 7N/mm² CBM2 can be batch mixed or mixed in-situ. Again, there is an 'enhanced' version, with the stunningly original title of CBM2a, and this would have a 7-day strength of 10N/mm²
This, too, is used as a capping or sub-base layer beneath flexible pavements.
CBM 3, 4, and 5 - clauses 1038 and 1039 of SHW
These materials are closer to what is commonly thought of as concrete, and are what used to be called 'lean mix'. They are mixed in batch plants, using approved natural aggregates (BS812 and BS882) although they can incorporate suitable recycled aggregates, such as crushed concrete and ggbfs (ground granular blast furnace slag). Typical size of aggregate is either 40mm or 20mm, and 7-day strength is a minimum 10N/mm² for CBM3 and 15N/mm² for CBM4.
These materials can be used as road bases beneath heavy-duty paving, such as major highways, as well as being used as rigid sub-bases or high strength capping layers. Because they form an integral part of the final structure, quality control is paramount and so these materials must be batch mixed and they are typically laid by a slipform paving machine.
Typical Sub-base Designs
Here are four different types of sub-bases. Note that these are not 'official' classifications, in that they are not recognised by national building and civil engineering authorities. They are a simple generalisation, to aid comprehension of the various specifications for sub-bases discussed within this web-site.
In most cases, one of the following types should be suitable for residential projects. The notes on each paving type will refer to one of the following sub-bases. In extreme conditions, e.g. very heavy loads expected on paving, or bad ground conditions, a special sub-base may need to specified for your particular situation.
DTp Type 1 Granular sub-base
There is a slight difference between the Spec used in Britain and that used in Ireland that results in DTp1 not being quite the same as 804 Type A, but we are talking about hundredths of a millimetre. For anyone wanting to know more, a PowerPoint Training presentation comparing and contrasting is available on request.
This is a material from a certified source and should have the correct proportion of 'fines' (dusty material) and solids ('lumps'). The solids should not exceed 37.5mm in size. The mixture of solids and fines is designed to ensure that there are no voids in the sub-base material once compacted, that the aggregate forms an acceptable level of interlock between the angular particles, and that the compacted sub-base will allow any ground water to drain through.
This material is typically crushed stone, crushed slag, crushed concrete or non-plastic well-burnt shale. It can be obtained from most Builders' Merchants in multiples of 1 tonne loads or direct from quarries in full wagon loads (usually 16 or 20 tonne loads).
Grading range for DTp1 material
1 tonne of DTp 1 covers approx 5 m² at 100mm compacted thickness, and approx. 3.5m² at 150mm compacted thickness.
SUB BASE COURSE 2
See also British Standards Page
The materials used to construct a sub-base are chosen for their inherent load-spreading capabilities when correctly laid. Two different types of material are considered here...
Unbound Granular Material
Cement Bound Material
Unbound materials are defined as those aggregates which are loose and do not bond or adhere to their neighbours when laid and compacted, but rely on the natural interlocking of adjacent particles. An unbound sub-base material can be loosened and removed quite easily.
Bound materials are, therefore, those which do bond with their neighbouring particles by means of a "binder". The two most common binders are Bitumen (tar) and Cement. Hence, 'tarmac/bitmac' is actually a Bitumen Bound Material and 'concrete' is a Cement Bound Material (CBM). Bound materials 'set' and are consequently more difficult to loosen and remove.
SUB BASE COURSE
Principles
The sub-base layer is often the main load-bearing layer of a pavement. It is designed to evenly spread the load of the paving, and any traffic thereon, to the sub-grade below. A well-constructed sub-base will prevent settlement and channelisation - the phenomenon common on cheap installations of block paving, where two 'ruts' develop in the paving. These 'ruts' are caused when a car travels over the same line of paving to the garage, every morning and every night. Channelisation is also apparent on carriageways, particularly at the approach to traffic lights and on upward gradients. The sub-base is intended to prevent channelisation and settlement.
All too often, cut-price residential block-paving installations omit the sub-base as a major cost-saver. Householders are unlikely to be aware of the need for such a layer, and, if out all day when the work is being done, may never notice its absence. A common tale I hear is....."such-and-such-abody said we didn't need any stone, because the dirt under the old flagstones will be firm enough!" - I usually get this tale once the paving has sunk, and the original contractor is long gone.
When discussing the construction of driveways with clients, I liken the sub-base to a carpet underlay...you can spend a fortune on the finest Axminster carpet, but if you don't use an underlay, it's never going to look or feel right. If your contractor tells you that a sub-base isn't required beneath your new drive, then ask how the sub-grade (soil beneath drive) is going to spread the load of the paving and what guarantee is offered with regard to settlement. Alternatively, get a different contractor to give his opinion.
Once a good sub-base has been installed, it can be re-used without any further work, if you decide to change the surfacing/paving of your driveway. Many newer houses have tarmac drives with a good sub-base beneath. In such cases, the tarmac can be stripped off, the sub-base checked and re-levelled if required, and the new paving can be laid over the old sub-base.
A finished sub-base should not deviate from the correct level by more than 10mm, and should reflect the final profile of the paving. The bedding layer above the sub-base ought to be a constant thickness to avoid differential settlement.
HISTORY OF ROAD 2
a. Setelah kerajaan Romawi mulai runtuh pada pertengahan abad ke 4 M, maka jalan-jalan yang dibuatnya menjadi rusak karena kurang mendapat perhatian pemeliharaan. Pada abad ke 5 M orang-orang Barbar merusak seluruh jalan ini karena takut mendapat serangan mendadak dari bangsa Romawi yang mungkin bangkit kembali ataupun dari bangsa lainnya. Tindakan ini diikuti oleh bangsa-bangsa lain, sehingga angkutan darat pada waktu itu menjadi merosot kembali, angkutan barang kembali diangkut langsung dengan hewan, sedangkan gerobak-gerobak hampir hilang.
b. Pada abad ke-19 Daendels (Gubernur Belanda di Indonesia) membuat jalan sepanjang pulau Jawa dari Merak – Jakarta – Bandung – Cirebon – Purwokerto – Yogyakarta – Solo – Surabaya sampai Banyuwangi sepanjang kurang lebih 1500 km yang melewati kota-kota penting dan pusat kerajaan. Sehingga Belanda bisa menguasai ekonomi dan menjinakkan kerajaan-kerajaan di Jawa melalui transportasi darat.
c. Bangsa Jerman dalam membuat persiapan untuk Perang Dunia II, membangun jalan-jalan raya (auto bahn) dari Berlin menuju ke segala penjuru untuk mensukseskan blitz – kriegnya.
d. Dalam perang kemerdekaan melawan tentara Belanda yang unggul dalam persenjataan dan teknik militer, bangsa Indonesia mengadakan tindakan yang sangat penting dalam arti strategi dan militer ekonomi yaitu menghancurkan jalan-jalan darat dan rel kereta api sebagai sarana transportasi darat. Sehingga meskipun awalnya kita kalah hampir pada setiap pertempuran, tetapi akhirnya menang dalam peperangan karena kita menang dalam srategi dan mental.
Mengingat hal-hal tersebut maka transportasi darat tidak hanya mempunyai arti teknik dan taktik militer saja, tetapi juga mempunyai arti strategi yang sangat penting. Sebagai kesimpulan maka jalan mempunyai peranan yang penting dalam bidang sosial, ekonomi, politik, strategi/militer dan kebudayaan. Sehingga keadaan jalan dan jaringan-jaringan jalan bisa dijadikan barometer tentang tingginya kebudayaan dan kemajuan ekonomi suatu bangsa. Sebuah pepatah mengatakan: “Bagaimana jalannya demikian pula bangsanya”, dan hanya bangsa yang ingin maju saja mengerti akan arti pentingnya jalan pada khususnya dan perhubungan pada umumnya.
HISTORY OF ROAD
Sejarah jalan pada hakekatnya dimulai bersama dengan sejarah manusia. Pada saat pertama manusia mendiami bumi kita ini, usaha mereka pertama-tama ialah mencari cara untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka terutama makan dan minum. Dalam mencari cara tersebut, mereka dan juga binatang-binatang mencari tempat-tempat paling sedikit rintangannya. Karena pada waktu itu mereka masih merupakan penggembara-penggembara, maka yang dapat kita lihat sekarang hanyalah jejaknya saja. Karena manusia dan binatang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu minum, maka jejak-jejak yang menuju ke danau-danau atau sungai-sungai lebih banyak ditemukan. JALAN SETAPAK |
Tuesday, February 24, 2009
KONSTRUKSI JALAN
LPA ( LAPIS PONDASI ATAS ) DENGAN
BATU PECAH ( AGREGAT )
1.Umum
a.Uraian
Pondasi atas batu pecah (Agregat) adalah bagian Konstruksi perkerasan jalan yang terletak antara lapis permukaan dan lapisan pondasi bawah antara lapis permukaan dengan tanah dasar kalau lapis
pondasi atas tidak ada, yang terdiri dari batu/kerikil pecah yang mempunyai persyaratan tertentu. lebar dan tebal lapisan pondasi atas agregat sesuai dengan Gambar Rencana atau ditetapkan oleh Direksi sesuai dengan keperluan.
b.Sifat
Dalam kedudukannya sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan, pondasi atas agregat mempunyai nilai struktural.
2.Bahan
a. Sumber Bahan
Penawar harus sudah menentukan sendiri lokasi, jumlah dan gradasi bahan yang akan digunakanuntuk pondasi atas agregat. Segala biaya yang berhubungan dengan pengambilan, pengukuran,
penyaringan dan kegiatan lain yang diperlukan harus sudah tercakup dalam harga pondasi atasagregat. Selambat-lambatnya 30 hari sebelum dilakukan pengambilan, kontraktor harus sudahmelaporkan kepada Direksi mengenai tempat asal, mutu dan gradasi, serta jenis agregat yang digunakan tersebut harus memenuhi persyaratan dalam spesifikasi ini.
b. Pemeriksaan Pengujian dan Persetujuan Bahan.
Untuk memastikan mutu bahan pondasi atas agregat, sebelum dimulainya pengambilan bahan,
Kontraktor harus menyerahkan hasil pemeriksaan laboratarium dari bahan yang akan digunakan untuk mendapatkan persetujuan Direksi. Pengambilan contoh-contoh bahan untuk pemeriksaan dilakukan oleh Kontraktor dan disaksikan oleh Direksi atau wakil yang ditunjuknya.
Duplikat contoh-contoh bahan harus diserahkan kepada Direksi untuk digunakan sebagai contoh.
Segala biaya yang dikeluarkan untuk pengambilan dan pemeriksaan contoh-contoh bahan menjadi tanggungan Kontraktor.
Sebelum pengambilan bahan dilaksanakan, semua sumber bahan terlebih dulu harus mendapat persetujuan Direksi, dimana persetujuan ini bukan merupakan persetujuan akhir terhadap bahan dari sumber tersebut, kecuali stelah dikerjakan menurut ketentuan yang ditetapkan. Untuk menjamin mutu bahan, Kontraktor harus memperkerjakan seorang tenaga Geotenik yang berpengalaman dan disetujuioleh Direksi. Tenaga Geotenik tersebut bekerja dibawah pengawasan Direksi
untuk melakukan kegiatan di laboratarium lapangan dan harus membuat catatan harian mengenai hasil-hasil pemeriksaan dan pengamatan-pengamatan lain sesuai dengan petunjuk Direksi.
Kontraktor harus menyediakan dan membiayai laboratarium lapangan yang setiap saat dapat digunakan oleh tenaga geotenik, Direksi atau pihak yang terlebih dulu harus mendapat persetujuan Direksi, dan setiap saat selama penyiapan bahan dan pelaksanaan Direksi dapat melakukan pemeriksaan.
Bahan yang masih menunggu hasil pengujian laboratarium atau yang meragukan tidak boleh ditempatkan dilapangan atau dicampur dengan bahan yang telah disetujui Direksi. Apabila gradasi atau mutu bahan yang dikirim ke lapangan tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, Direksi berhak untuk menolak bahan tersebut dan Kontraktor harus segera menyingkirkannya dari lapangan.
Kontraktor wajib mengijinkan setiap perwakilan Direksi yang ditunjuk untuk melaksanakan pemeriksaan bahan yang digunakan atau direncanakan akan digunakan pada setiap saat selama atau setelah pekerjaan selesai.
Kontraktor wajib menyediakan dan mengatur semua bahan, tenaga, peralatan untuk keperluan pemeriksaan tersebut.
c. Penggudangan dan Penyimpangan Bahan
Penggudangan dan Penyimpanan bahan harus sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan.
d. Agregat untuk pondasi atas agragat, harus memenuhi persyaratan agregat kelas A, kelas B seperti yang tercantum berikut ini atau sebagaimana tersebut pada Spesifikasi khusus. Agregat harus bersih,
keras, awet, bersudut tajam, tidak banyak tercampur dengan bentuk-bentuk yang pipih ataumemanjang, dan dalam batas-batas tertentu tidak banyak mengandung batu-batu yang lunak atau mudah hancur serta tidak mengandung bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki.
d.1Persyaratan Mutu
Agregat untuk pondasi atas agregat harus memenuhi persyaratan mutu sebagai BERIKUT :
SISTEM TELFORD
JALAN BEKAS GALIAN DENGAN SISTEM
TELFORD BISA MENDOWLOAD DI SITUS INI
http://www.surabaya-eproc.or.id/action/file/download/id/11261
REKAYASA JALAN RAYA 2
Pendalaman aspek perancangan geometrik dari berbagai kelas jalan dan pembahasan pedoman perancangan yang ada, untuk memperoleh rancangan yang optimal. Hubungan jam sibuk dan lintas harian rata-rata. Kendaraan rencana. Kapasitas sebagai kendali rancangan. Jarak pandang, jarak pandang henti, jarak pandang menyiap. Alinemen horizontal. Faktor gesekan melintang. Pembagian superelevasi dan gesekan. Lengkung peralihan. Alinemen vertikal. Operasi kendaraan pada kelandaian. Landai maksimum. Lengkung cembung dan cekung. Penampang melintang dan Ruang milik jalan. Simpang sebidang. Simpang susun jalan layang.
Silabus Lengkap (ENG) :
Relation between peak hour and average daily traffic. Design vehicle. Capacity as design control. Sight distance, stopping sight distance, overtaking sight distance. Horizontal alignment. Superelevation distribution. Transitional curve. Road curve design: full circle, spiral-circle-spiral-spiral-spiral. Vertical alignment. Vehicle operation on road with vertical slope. Maximum slope. Sag and crest curve. Cross section and ROW. At-grade intersection design. Interchange and fly over design.
REKAYASA JALAN RAYA 2
Kode Kuliah : SKB5149
Nama Kuliah (IND) : REKAYASA JALAN RAYA 2
Nama Kuliah (ENG) : Geometric Design
SKS : 2
Silabus (IND) : Pendalaman aspek perancangan geometrik jalan dan penggunaan pedoman perancangan yang ada, agar mampu mengakomodasi lalu-lintas rencana dengan kapasitas sebagai kendali rencana. Elemen perancangan yang meliputi alinemen horisontal, alinemen vertikal, penampang melintang, jarak pandang dan prinsip perancangan simpang sebidang dan simpang susun sebagai bagian dari jalan dibahas.
Silabus (ENG) : Teaches the geometric design of highways in relation to the reasons for specification of minimum standards and the political, social and economic factors, which affect highway design. Design element including horizontal, vertical alignment, cross-section, intersections and interchanges
REKAYASA JALAN RAYA 1
Mahasiswa memahami proses perancangan tebal perkerasan lentur dan kaku, membandingkan beberapa metoda yang dikenal secara internasional, dapat menganalisis kondisi aktual dari struktur perkerasan setelah dipakai dan merancang tebal lapis tambahan menggunakan beberapa macam metoda.
TIU (ENG) :
Luaran (Outcome) : The student will be able to design the stickness of rigid and flexyble pavement, compare from many methods that familiar with it in a international scale, and be able to analysis the actual condition from pavement structure after use and design the add of thickness with many methods.
REKAYASA JALAN RAYA 1
Siklus penurunan mutu perkerasan. Kinerja struktural dan fungsional dari perkerasan. Pengenalan sistem manajemen perkerasan dan pemeliharaan. Masukkan untuk perancangan dan perkerasan. Perkembangan metoda empirik terkenal untuk perancangan perkerasan. Metoda Bina Marga dan Road Note 31 untuk perancangan perkerasan lentur. Perancangan perkerasan kaku. Pemantauan dan evaluasi kondisi fungsional dan struktural. Metoda empirik untuk perancangan lapis ulang perkerasan. Perancangan jalan biaya rendah, volume rendah. Pengenalan metoda analitik untuk perancangan perkerasan lentur.
Silabus Lengkap (ENG) :
Pavement quality declining cycle. Structural and functional performance of pavement. Introduction to pavement management system. Input for design and maintenance. The development of empirical methods for pavement design. Bina Marga and Road Note 31 for flexible pavement design. Rigid pavement design. Monitoring and evaluation of functional and structural condition. Empirical method for overlay design. Road design with low budget and low volume. Introduction to analytical method for flexible pavement design
REKAYASA JALAN RAYA 1
Nama Kuliah (IND) : Rekayasa Jalan Raya 1
Nama Kuliah (ENG) : Highway Engineering Part 1.
SKS : 2
Silabus (IND) : Pendalaman komponen utama dari proses perancangan tabel perkerasan dan perkembangan dan penerapan tata cara perancangan yang terkenal untuk perkerasan lentur dan kaku.
Silabus (ENG) : Present the main components and process of road pavement design process with application of well known flexible and rigid pavement design methods.
Thursday, February 12, 2009
LIMITING REACTION PART 2.
LIMITING REACTION PART 2.
SOAL 1.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
Fe + Cl2 ---------- > FeCl3
Diketahui massa Fe adalah 5,6 gram dan setelah reaksi diperoleh berat FeCl3 adalah 12 gram, berapakah persentase massa Fe yang bereaksi pada reaksi di atas dan berapa mol gas Cl2 yang bereaksi ?
SOAL 2.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
Al + O2 ---------- > Al2O3
Diketahui massa Al yang ada 10 gram, dan dari reaksi diketahui berat hasil Al2O3 adalah 14,6 gram, berapakah persentase massa Al yang bereaksi pada reaksi di atas dan berapa liter O2 yang dipakai untuk reaksi ?
SOAL 3.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
Cl2 + O2 ---------- > Cl2O3
Diketahui jumlah Cl2 adalah 0,4 mol, dan saat reaksi volume Cl2O3 yang dihasilkan adalah 2,24 liter, berapakah persentase massa Cl2 yang bereaksi pada reaksi di atas dan berapa liter oksigen yang dibutuhkan untuk itu ?
SOAL 4.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
CO + Cl2 ---------- > CCl4 + Cl2O
Diketahui jumlah Cl2 adalah 14 gram, dan saat reaksi volume Cl2O yang dihasilkan adalah 44,8 mililiter, berapakah persentase massa Cl2 yang bereaksi pada reaksi di atas dan berapa liter gas CO yang ikut bereaksi ?
Tuesday, February 10, 2009
Exercise in Chemistry 4
7. Diketahui 45 gram bubuk oksida magnesium ( MgO ) yang tidak murni direaksikan dengan asam sulfat hingga terjadi reaksi MgO + H2SO4 -------- > MgSO4 + H2O, jika pada akhir reaksi diperoleh MgSO4 sebanyak 0,02 mol, maka berapakah kemurnian dari bubuk kapur tersebut ?.
8. Diketahui 70 gram bubuk oksida aluminium ( Al2O3 ) yang tidak murni direaksikan dengan asam khlorida hingga terjadi reaksi Al2O3 + HCl -------- > AlCl3 + H2O, jika pada akhir reaksi diperoleh H2O sebanyak 0,16 mol, maka berapakah kemurnian dari oksida aluminium tersebut ?.Berapakah massa Al2O3 yang dihasilkan ?.
Sunday, February 8, 2009
Exercise in Chemistry 3
5. Diketahui 25 gram logam Kalium (K) yang tidak murni direaksikan dengan asam sulfat hingga terjadi reaksi K + H2SO4 -------- > K2SO4 + H2, jika pada akhir reaksi diperoleh gas H2 sebanyak 0,04 mol, maka berapakah kemurnian dari Kalium tersebut ?.
Saturday, February 7, 2009
Exercise in Chemistry 2
3. Diketahui 30 gram bubuk kapur ( CaO ) yang tidak murni direaksikan dengan asam sulfat hingga terjadi reaksi CaO + H2SO4 -------- > CaSO4 + H2O, jika pada akhir reaksi diperoleh CaSO4 sebanyak 0,02 mol, maka berapakah kemurnian dari bubuk kapur tersebut ?.
Thursday, February 5, 2009
HARI/ TANGGAL : SELASA/ 29 JANUARI 2008
JURUSAN/ SEM. : T.SIPIL / I (SATU)
WAKTU : 90 MENIT
SIFAT : BUKA SUSUNAN BERKALA
DOSEN : IR.HENDRATA WIBISANA, MT.
PETUNJUK : Kerjakan dengan singkat, hanya JAWABAN soal saja yang ditulis pada kotak disebelah kanan uraian soal ! Perhitungan dapat dilakukan pada kertas buram atau kertas lainnya, jangan pada lembar soal ini, dilarang !!
- 1 Dalam sebuah botol terdapat 400 mililiter H2SO4 konsentrasi 0,004 mol. Berapakah nilai pH asam tersebut ?
2 Jika ke dalam botol No.2 di atas dituang aquadest sebanyak 600 mililiter dan dikocok, berapakah nilai pOH dalam botol ?
3 Jika H2SO4 dalam soal 1 dicampur dengan 400 mililiter HBr konsentrasi 0,008 Molar, berapakah pH campuran dalam botol ?
4 Jika H2SO4 dalam soal 1 dicampur dengan 400 mililiter NaOH konsentrasi 0,005 Molar, berapakah pH dalam botol tersebut ?
5 Jika H2SO4 dalam soal 1 dicampur dengan 600 ml NH4OH konsentrasi 0,006 Molar, berapakah pH larutan campuran dalam botol ? Kb = 1,6 x 10-5
6 Jika 2 buah unsur memiliki nomor atom sama tetapi nomor massa yang berbeda akan disebut dengan .......
7 Jika 2 buah unsur memiliki nomor massa yang sama tetapi berbeda dalam jumlah netronnya disebut dengan .............
8 Unsur uranium(238) jika ditembak dengan 1 partikel alpha dengan membebaskan unsur X dan 3 netron, maka X tersebut adalah .......
9 Unsur Natrium (26) jika ditembak dengan 1 partikel betha dengan membebaskan unsur X dan 2 proton, maka X tersebut adalah .......
10 Dalam botol terdapat x gram H2SO4 500 mililiter. Dari botol diambil 200 mililiter dan diencerkan hingga 1000 mililiter, ternyata nilai pOH larutan sama dengan pOH larutan KOH 500 mililiter; 0,004 mol. Berapakah nilai x ?
11 Berapakah nilai pH dari larutan 500 mililiter NH4OH konsentrasi 0,002 mol ? Diketahui Kb = 1,6 x 10-5
12 Jika dari larutan no. 11 di atas diambil sebanyak 200 mililiter dan dituang ke dalam baskom, maka nilai pOH larutan dalam baskom adalah .......
Wednesday, February 4, 2009
Exercise in Chemistry 1
Tuesday, February 3, 2009
LIMITING REACTION
LIMITING REACTION
SOAL 1.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
Mg + O2 ---------- > MgO
Diketahui berat hasil MgO adalah 8 gram, berapakah massa Mg yang bereaksi pada reaksi di atas ?
SOAL 2.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
Al + O2 ---------- > Al2O3
Diketahui berat hasil Al2O3 adalah 14,6 gram, berapakah massa Al yang bereaksi pada reaksi di atas dan berapa liter O2 yang dipakai untuk reaksi ?
SOAL 3.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
Cl2 + O2 ---------- > Cl2O
Diketahui volume Cl2O yang dihasilkan adalah 1,12 liter, berapakah massa Cl2 yang bereaksi pada reaksi di atas ?
SOAL 4.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
NaOH + CO2 ---------- > Na2CO3 + H2O
Diketahui NaOH yang tersedia adalah 10 gram , saat reaksi mol Na2CO3 yang terjadi adalah 0,05 mol, berapakah persentase NaOH yang bereaksi pada reaksi di atas ?
SOAL 5.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
HCl + CaO ---------- > CaCl2 + H2O
Diketahui HCl yang tersedia adalah 0,15 mol , saat reaksi massa CaCl2 yang terjadi adalah 4,25 gram, berapakah persentase HCl yang bereaksi pada reaksi di atas ?
SOAL 6.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
HBr + SrO ---------- > SrBr2 + H2O
Diketahui HBr yang tersedia adalah 20,0 gram , saat reaksi massa SrBr2 yang terjadi adalah 12,4 gram, berapakah persentase HBr yang bereaksi pada reaksi di atas ?
LATIHAN KIMIA DASAR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
SEMESTER PENDEK TA.2008-2009
LATIHAN KIMIA DASAR
STOICHIOMETRY SECTION
SOAL 1.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
Mg + O2 ---------- > MgO
Jika berat Mg mula-mula adalah 2,4 gram, maka berapakah massa MgO yang dapat dihasilkan ?
SOAL 2.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
Fe + O2 ---------- > Fe2O3
Jika berat Fe mula-mula adalah 11,2 gram, maka berapakah massa Fe2O3 yang dapat dihasilkan ?
SOAL 3.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
NaOH + CO2 ---------- > Na2CO3 + H2O
Jika berat NaOH mula-mula adalah 8,0 gram, maka berapakah massa Na2CO3 yang dapat dihasilkan ?
SOAL 4.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
NaOH + CO2 ---------- > Na2CO3 + H2O
Jika volume CO2 mula-mula adalah 4,48 liter, maka berapakah massa Na2CO3 yang dapat dihasilkan ?
SOAL 5.
DIKETAHUI PERSAMAAN REAKSI SEBAGAI BERIKUT :
K2O + HCl ---------- > KCl + H2O
Jika berat K2O mula-mula adalah 12,0 gram, maka berapakah massa KCl dan massa H2O yang dapat dihasilkan ?